Jumat, 30 Maret 2012

Kimia Permukaan: Surfaktan



2.1       Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan. Surfaktan ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang ”ekor”, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil dan nampak sebagai “kepala” surfaktan. Representasi surfaktan ditunjukan paga Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 2. Representasi struktur surfaktan
 Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada suatu molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Molekul-molekul surfaktan akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila gugus polarnya yang lebih dominan. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Sebaliknya, apabila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut critical micelle concentration (cmc). Tegangan permukaan akan menurun hingga cmc tercapai. Setelah cmc tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya.
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit natrium dedosil sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.

 Gambar 2 Sifat koloid pada natrium dodesil sulfat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik seperti telihat pada  Gambar 3.

                   
Gambar 3 Struktur misel (a) sterik dan (b) lamelar

Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.

2.2       Jenis-Jenis Surfaktan
Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan yang terdapat pada “kepala” surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:
2.2.1        Surfaktan anionik.
Surfaktan ini memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan pada industri laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi dalam air cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium. Reaksi ini menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau magnesium di dalam air maka makin banyak pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat, alkil etoksilat dan sabun. Gambar 4 menunjukkan beberapa contoh surfaktan anionik.


Gambar 4 Contoh surfaktan anionik

2.2.2        Surfaktan kationik
Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga kategori surfaktan kationik jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni:
a.       Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya kelembutan. Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai pelembut. Salah satu contoh surfaktan kationik adalah esterquat.
b.      Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing molekul surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil kuartener.
c.       Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan.
Contoh-contoh surfaktan kationik ditampilkan pada Gambar 5.


Gambar 5 Contoh surfaktan kationik.

2.2.3        Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat bagi dekativasi kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester alkohol lemak. Contoh surfaktan ini adalah ester gliserin asam lemak dan ester sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan representasi surfaktan nonionik.


Gambar 6 Representasi surfaktan nonionik.

2.2.4        Surfaktan amfoter/zwiterionik
Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau ninionik dalam suatu larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus muatan dengan tanda yang berbeda. Contoh dari surfaktan amfoter adalah alkil betain seperti ditunjukkan pada Gambar 7.


Gambar 7 Contoh surfaktan amfoter


2.3       Mekanisme Kerja Surfaktan
Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan solubilisasi.
a.       Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.
b.      Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c.       Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.

Mekanismenya roll up dan emulsifikasi terdapat pada Gambar 8.


Gambar 8 Mekanisme kerja surfaktan (a) roll up dan (b) emulsifikasi


Contoh Soal 1:
Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak pada lanolin. Sarankan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%. Berikan alasan Sdr!


Jawaban:

       Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak pada lanolin. Jika dibuthkan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%, maka campurannya harus dihitung berdasarkan nilai HLB masing-masing surfaktan dan fraksinya dalam campuran tersebut.
HLB merupakan singkatan dari Hydrophile-Lipophile Balance, merupakan perbandingan bagian yang larut oleh minyak dan larut oleh air dari suatu molekul. Sistem ini sebenarnya dikembangkan untuk prosuk teretoksilasi. Semakin tinggi nilai HLB maka akan semakin besar kelarutannya pada air. Tabel di bawah ini menunjukkan pendekatan nilai HLB untuk surfaktan sebagai fungsi kelarutan dalam air.

Kelarutan di Air
Nilai HLB
Deskripsi
Tak larut
4 - 5
Pengemulsi W/O
Terdispersi sedikit (seperti susu)
6 - 9
Agen pembasah
Tembus cahaya sampai jernih
10 - 12
Deterjen
Sangat larut
13 – 18
Pengemulsi O/W

Terdapat dua jenis utama emulsi pada sistem HLB, yakni minyak dalam air (O/W) dan air dalam minyak (W/O). Fasa O/W merupakan fasa kontinyu. Bancroft mempostulatkan jika terdapat campuran antara dua fasa dengan keberadaan surfaktan, maka pengemulsi membentuk fasa ketiga sebagai film pada antarmuka diantara dua fasa yang bercampur bersama.
Pada proses emulsifikasi dengan menggunakan kombinasi beberapa pengemulsi maka hilai HLB dihitung menggunakan persamaan:
HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2
dimana X1 dan X2  merupakan fraksi berat surfaktan 1 dan 2 sementara HLB1 dan HLB2 adalah harga individu HLB surfaktan 1 dan 2.
Nilai masing-masing HLB surfaktan ditampilkan pada tabel di bawah ini:


Sehingga apabila suatu campuran surfaktan dengan nilai HLB rata-rata 8, yang harus dibuat dengan 10% cetyl alcohol (HLB cetyl alcohol = 15), maka campuran surfaktan satunya adalah sebagai berikut:

Jika diasmsikan fraksi total = 100%
HLB rata-rata = 8
HLB cetyl alcohol (HLB1) = 15
Fraksi cetyl alcohol (X1) = 10% sehingga farksinya = 0,1
Fraksi 2 (X2) = 90% atau 0,9

Maka dengan memasukkan ke persamaan
HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2

Menjadi
8 = 0,1 . 15 + 0,9 . HLB2
8 = 1,5 +0,9 HLB2
0,9 HLB2 = 6,5
HLB2 = 6,5/0,9
HLB2 = 7,2
Berdasarkan tabel diatas, surfaktan yang memiliki nilai HLB berkisar antara 7,2 adalah Petrolatum.

Sehingga bisa disimpulkan campuran surfaktan untuk mengemulsi minyak pada lenolin terdiri dari campuran 10% cetyl alkohol dan 90% petrolatum.

Contoh Soal 2:
(20%) Sebuah gelembung busa mengapung dalam suatu system yang mempunyai harga wSL dan ɣL 20 erg/cm2 dan 30 erg/cm2. Hitunglah harga ΔG1, ΔG2 dan Wprakt

Jawaban:
 
Diketahui:            WSL     = 20 erg/cm2
                 ɣL         = 30 erg/cm2
                 r           = 0,15 cm

Ditanya:   ΔG1 ……?
                 ΔG2…….?
                 Wprakt....?

Jawab:

a)      ΔG1   = (ΔASL) . ɣL
= (π r2) . ɣL
= (π (0,15)2 cm2) . 30 erg/cm2
= 0,07065 cm2 . 30 erg/cm2
          = 2,1195 erg
b)      WJL                = 2 (ɣS . ɣL)1/2
20 erg/cm2     = 2 (ɣS. 30 erg/cm2)1/2
10                  = (ɣS . 30)1/2
100                = ɣS. 30
ɣS                  = 100 /3
ɣS                  = 3,33 erg/cm2


ɣSL =  -17,88

ΔG2   = (ɣS - ɣSl - ɣL) ASL
          = (3,33 – (-17,88) – 30) 0,07065
          = - 0,621

c)      Wprak           = - WSL. ASL + ɣL. ASL
= -20 . 0,07065 + 30 . 0,07065
= -1,413 + 2,1195
= 0,7065

Catatan:
Contoh soal ini merupakan beberapa soal untuk kuis mata kuliah Kimia Permukaan, dan jawabannya adalah jawaban saya sendiri (Belum pasti apakah jawaban ini sudah benar atau belum, sekadar hanya untuk berbagi saja).


SUMBER

Adamson, A.W., 1982., Physical chemistry of surface., A wiley-Interscience Publication, USA.

Anonim., 2005., Surfactant., diakses dari http://www.scienceinthebox.com/en_UK/glossary/surfactants_en.html#five pada hari Sabtu, 3  Maret 2012 pukul 14.00


Camazano, M.S., Cruz, R.M.S. dan Martin, S.M., 2003., Evaluation of component characteristics of soil-surfactant–herbicide system that affect enhanced desorption of linuron and atrazine preadsorbed by soil., Environ.Sci.Technol., 37, 2759-2766.

Cruz, R.M.S., Martin, S.M.J. dan Camazano., 2006. Surfactant-enhanced desorption of atrazine and linuron residues as affected by agung of herbicides in soil., Arc.Environ.Contam.Toxicol., 50, 128-137.

Rosen, M.J. dan Kunjappu, J.T., 2012., Surfactants and Interfacial Phenomena.,  Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons.

Sawyer, Clair N., McCarty, Perry L., dan Parkin, Gene, (1994), Chemistry for Environmental Engineering, 4th edition, Mc Graw- Hill Inc, New YorK

4 komentar: