Selasa, 15 November 2011

Spektroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectroscopy / AAS)


 2.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dalam sampel dengan menggunakan AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometer )
2.2 Prinsip
Prinsip percobaan ini adalah penentuan kadar Cu dengan AAS yang didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya
2.3 Dasar Teori
2.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Sebenarnya selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000). Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:          
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
ε = absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbansi
Dengan 

T = transmitan
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).

 2.3.2  Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
-          Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
-          Sumber radiasi
-          Sistem pengukur fotometri
2.3.3 Instrumen dan Alat
Untuk menganalisis sampel, sampel harus diatomisasi. Sampel kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom melalui tiga langkah:
-   Desolvation (pengeringan) – larutan pelarut menguap, dan sampel kering tetap
-   Penguapan – sampel padat berubah menjadi gas
-   Atomisasi – senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom bebas.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki lebar spectrum sempit dibandingkan dengan transisi atom.Lampu katoda Hollow adalah sumber radiasi yang paling umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda logam mengandung logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada lampu meningkat, maka ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom logam dari katoda. Atom yang  tereksitasi akan kembali ke keadaan dasar dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik logam.
2.3.4 Bagian-Bagian pada AAS
  1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam                :   Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam                 : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
2.      Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
3.      Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
4.      Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup
5.      Burner
Burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
6.      Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
7.      Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
8.      Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka.

2.3.5 Metode Analisis
Terdapat tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri, yakni:
  1. Metode Standar Tunggal
Metode ini hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Astd) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Astd = ε b Cstd                           Asmp = ε b Csmp
ε = Astd / Cstd                                        ε b = Asmp / Csmp
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
2.      Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati titik nol dengan slope = ε b atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linewar pada kurvakalibrasi.

3.      Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck                         AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs

2.3.6  Keuntungan danKelemahan Metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
           
2.4 Data Percobaan
Persamaan dasar metode adisi standar:

Jika persamaan 1 dan 2 dibandingkan, maka diperoleh persamaan perbandingannya:
Begitu pula untuk perbandingan pada persamaan 1 dan 3, serta 1 dan 4 menghasilkan persamaan:


Dimana dalam percobaan ini:
ε = absortivitas molar
b = panjang medium
C1 = konsentrasi Cu dalam larutan sampel
Cst = konsentrasi larutan standar CuSO4 ( 1 M )
V1 = volume larutan sampel awal ( 10 ml )
A1 = absorbansi tanpa larutan standar CuSO4 ( 2,2169 )
Vt1 = volume total larutan 2 ( 10 ml )
Vst2 = volume larutan standar CuSO4 untuk A2 ( 0,5 ml )
Vt2 = volume total larutan 2 ( 10,5 ml )
A2 = absorbansi pada standar adisi 2 ( 2,3281 )
Vst3 = volume larutan standar CuSO4 untuk A3 ( 1 ml )
Vt3 = volume total larutan 3 ( 11 ml )
A3 = absorbansi pada standar adisi 3 ( 2,3317 )
Vst4 = volume larutan standar CuSO4 untuk A4 ( 1,5 ml )
Vt4 = volume total larutan 4 ( 11,5 ml )
A4 = absorbansi pada standar adisi 4 ( 2,3326 )

Berdasarkan data di atas maka dapat dihitung C1 ( konsentrasi Cu dalam larutan sampel ) melalui perhitungan pada persamaan 5, 6 dan 7. Misalnya menurut persamaan 5, diperoleh nilai C1 :

Dengan perhitungan yang sama, dari persamaan 6 dan 7 didapat nilai C1
Dengan demikian konsentrasi rata-rata Cu dalam samperl adalah:
Menurut hukum Lambert-Beer;


Sehingga
 
Dari persamaan 9 dapat diperoleh nilai transmitan untuk tiap absorbansi, misal pada A1
Dengan cara yang sama diperoleh nilai trnasmitan untuk A yang lain, hasilnya:
T2 = 4,6978 x 10-3
T3 = 4,6590 x 10-3
T4 = 4,6494 x 10-3
Dalam persentase, transmitan menjadi bernilai
 
Dengan cara yang sama nilai persentase transmitan yang lain adalah:
T2 = 0,4697 %
T3 = 0,4659 %
T4 = 0,4649 %

Tabel 2.1 Data Nilai Absorbansi dan Transmitan



2.5 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Prinsip kerja alat ini adalah absorpsi cahaya oleh atom. Di sini atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sesuai dengan karakteristik atom tersebut. Sinar – sinar yang diserap berupa sinar ultraviolet dan sinar tampak.
Metode yang dipakai dalam analisa dengan AAS ini menggunakan metode adisi standar. Metode ini dipilih karena dapat meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan matriks sampel dengan standar yang digunakan. Metode ini dilakukan dengan menambahkan larutan standar ke dalam sampel dan melakukan pengukuran absorbansi terhadap campuran sampel dan larutan standar tersebut. Larutan standar yang digunakan dalam percobaan adalah larutan CuSO4 1 M. Larutan ini dipilih karena merupakan standar bagi logam Cu. Metode ini menggunakan volume larutan smpel yang tetap yakni 10 ml, sementara larutan standar yang ditambahkan bervariasi dari 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml. Masing – masing campuran sampel dengan ketiga volume larutan standar tersebut selanjutnya dianalisa dengan AAS.
Hasil analisa AAS terhadap larutan – larutan di atas  akan memberikan nilai absorbansi dan transmitan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Dari data absorbansi yang diperoleh tersebut, dapat dihitung konsentrasi Cu dalam larutan sampel. Perhitungan ini dilakukan melalui perbandingan nilai absorbansi pada berbagai larutan sampel sesuai persamaan 5,6 dan 7. Kecenderungan yang tampak dari perhitungan tersebut adalah konsentrasi Cu semakin besar seiring dengan penambahan volume larutan standar. Padahal seharusnya nilai konsentrasi tersebut harusnya sama. Perbedaan ini disebabkan oleh konsentrasi sampel yang tinggi sehingga mempengaruhi hasil konsentrasi Cu sehingga konsentrasi yang didapat berbeda-beda, hal ini dikarenakan seharusnya AAS digunakan untuk larutan dengan konsentrasi rendah (menggunakan ppm). Perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mencari kadar rata – rata Cu dalam sampel, yakni sebesar 0,62 M.
Nilai transmitan menunjukkan besarnya besarnya sinar yang ditransmisikan oleh sampel. Makin kecil nilai transmitan maka makin banyak sinar yang diabsorpsi oleh larutan. Tabel 2.1 menunjukkan bahwa nilai transmitan terendah terjadi pada absorbansi A3 yakni sebesar 0,4659 % dengan nilai transmitan rata-rata 0,5016%.

2.6 Kesimpulan
Konsentrasi Cu dalam larutan sampel diukur dengan AAS adalah sebesar0,62 M.












2 komentar:

  1. terimakasih. sangat membantu. kalau boleh bisa berikan contoh perhitungan juga dalam metode yang lain tidak (metode standar tunggal dan metode kurva kalibrasi)?

    BalasHapus