Minggu, 20 November 2011

Sintesis Kimia Padat (Solid State)

Reaksi kimia keadaan padat merupakan salah satu teknik yang secara luas telah digunakan dalam penyediaan padatan polikristalin, dimana padatan kristalin disintesis secara langsung dari pereaksi-pereaksinya yang berwujud padat. Teknik ini biasanya menggunakan suhu yang tinggi bahkan mencapai 1000 hingga 1500°C. Suhu ini dipilih karena dalam kenyataannya padatan-padatan tidak akan bereaksi pada suhu kamar, sementara pada suhu tinggi, laju reaksi padatan-padatan itu akan cukup tinggi.

Tipe-tipe Material Padat
Teknik sintesis padatan terkait erat dengan bentuk produk yang diinginkan. Beberapa bentuk yang dapat diadopsi oleh padatan dan kegunaan bentuk itu dijelaskan sebagai berikut:
§       Kristal tunggal: bentuk ini biasanya dipilih untuk keperluan karakterisasi struktur dan sifat.
§   Serbuk polikristalin (kristalinitas tinggi): serbuk polikristalin sering digunakan untuk karakterisasi struktur dan sifat bila kristal tunggal tidak mungkin didapatkan. Tipe serbuk ini juga disukai untuk produksi di industri maupun dalam aplikasi tertentu.
§   Serbuk polikristalin (dengan luas permukaan besar): serbuk ini diinginkan untuk reaksi lebih lanjut dan aplikasi tertentu seperti katalisis dan bahan elektroda.
§   Amorf (gelas): amorf tidak memiliki keteraturan translasi berorde panjang dan umumnya digunakan untuk aplikasi yang memerlukan keunggulan sifat optis dan konduktor ionik.
§   Film-tipis: film tipis digunakan secara luas dalam mikroelektronik dan telekomunikasi (Ismunandar, 2006).

Langkah-langkah dalam sintesis kimia zat padat adalah:
1.    Memilih pereaksi yang tepat dengan ciri-ciri:
a.   Serbuk yang berbutir kecil untuk memaksimalkan luas permukaan
b.   Reaktif, untuk mempercepat reaksi
c.    Komposisinya terdefinisi dengan baik
2.    Menimbang pereaksi dengan neraca analitis
3.    Mencampurkan berbagai pereaksi dengan menggunakan:
a.    Agate mortar dan pestel (pelarut organic sebagai pembasah)
b.   Dengan ball mill (khusus untuk preparasi dalam jumlah besar, lebih dari 20 kg)
4.    Mengubah campuran reaksi menjadi pelet dengan maksud:
a.   Meningkatkan kontak antarpartikel
b.   Meminimalkan kontak dengan krusibelnya
5.    Memilih wadah reaksi
Pemilih wadah reaksi memerlukan pertimbangan tentang faktor kereaktifan, kekuatan, harga, dan kerapuhan wadah, misalnya suhu kerja maksimal refraktori keramik (berbentuk krus atau kapal) adalah:
a.   Al2O3 suhu maksimalnya 1950°C dengan kapasitas 20 mL
b.   ZrO2/Y2O3 suhu maksimalnya 2000°C dengan kapasitas 10 mL
c.    Logam mulia (berbentuk krus, kapal dan tabung)
d.   Pt suhu maksimalnya 1770°C dengan kapasitas 10 mL
e.   Au suhu maksimalnya 1063°C dengan kapasitas 10 mL
f.     Ag suhu maksimalnya 960°C dengan kapasitas 10 mL
g.    Ir suhu maksimalnya 2450°C dengan kapasitas 10 mL
6.    Memanaskan campuran yang telah terbentuk
Pencegah terjadinya penguapan dan kemungkinan menghamburnya pereaksi dari wadah reaksi dapat dilakukan dengan memanaskan campuran pada suhu yang lebih rendah pada saat reaksi dimulai. Sintesis suatu oksida memerlukan kondisi pengoksidasi dengan menggunakan udara, O2, atau suhu rendah sedangkan reduksi suatu zat memerlukan kondisi pereduksi dengan menggunakan H2 atau Ar, CO, CO2 atau suhu tinggi.
7.    Menggerus dan menganalisis dengan difraksi sinar-X serbuk
Tahap ini merupakan tahap untuk memeriksa apakah produk telah terbentuk dan reaksi telah selesai atau belum.
8.    Bila reaksi belum lengkap,kembali ke langkah 4, dan diulang lagi
(Ismunandar, 2006).

     Skema reaksi kimia keadaan padat antara senyawa A dan senyawa B yang menghasilkan senyawa C. Senyawa A dan B merupakan oksida awal sementara senyawa C merupakan oksida target

Faktor-faktor yang mempengaruhi aju reaksi yakni:
1.     Luas kontak padatan pereaksi
Pereaksi yang memiliki luas permukaan besar diperlukan untuk dapat memaksimalkan jalannya reaksi. Salah satu cara untuk dapat memaksimalkan luas kontak tersebut adalah dengan membuat pelet dari campuran-campuran  pereaksi.
 2.     Laju difusi
Peningkatan laju difusi dapat dilakukan dengan menaikkan suhu reaksi dan memasukkan defek. Defek dapat dimasukkan dengan memulai reaksi dengan eagen yang terdekomposisi terlebih dahulu sebelum atau selama bereaksi.
3.     Laju nukleasi fasa produk
Peningkatkan laju nukleasi produk dapat dilakukan dengan menggunakan reaktan yang memiliki struktur kristal mirip dengan struktur kristal produk (reaksi topotaktik dan epitaktik).   

Sumber
Ismunandar, 2006.
Padatan oksida logam : struktur, sintesis, dan sifat-sifatnya. ITB, Bandung.

Sabtu, 19 November 2011

Pacitan: The Hidden Paradise

Kuthoku, cedhak laut akeh gunung-gununge…
Kuthoku, yen diroso aman nentremake….
Kali Grindulu ing tengahe…
Banget ambane banget dawane..
Ha… ha… ha….
Pacitan..


Sepenggal bait di atas merupakan bagian dari lagu lokal Pacitan yang sempat populer sekitar  tahun 2005. Judulnya pun berasal dari satu-satunya sungai “besar” yang membelah Kota Pacitan. Yah, mungkin karena saat itu banyak radio lokal yang memutar dan  bahkan membuat kompetisi untuk menyanyikan lagu itu, jadi mau tidak mau saya menjadi familiar dengannya. Lirik-liriknya memang sederhana, namun di balik kesederhanaan itu  ia  menggambarkan kehidupan masyarakat Pacitan yang sebenarnya. Paling tidak, itulah pandangan saya, pandangan tentang Kota Pacitan, sebuah kota kecil yang orang tidak banyak tahu tentangnya, namun sejatinya menyimpan sejuta pesona.

Pacitan berada di area Jawa Timur yang disebut daerah Mataraman bersama Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Trenggalek dll (saya tidak tahu -,-a). Saya tidak tahu juga kenapa daerah ini disebut demikian, mungkin karena dulunya daerah-daerah tersebut termasuk ke dalam wilayah kerajaan Mataram. Mungkin itu juga yang menyebabkan masyarakat Pacitan, termasuk saya, lebih familiar dengan bahasa “kulonan” dan blangkon ketimbang Suroboyoan dan udeng (referensi liat Riyan Punya Kabar). Bagian utara kabupaten Pacitan dibatasi oleh Ponorogo. Jalur utama dari Pacitan ke arah timur harus melalui jalur Pacitan-Ponorogo yang berliku-liku dengan banyak tikungan tajam. Disalah satu sisi jalan akan tampak jurang  sementara di sisi lainnya dibatasi oleh tebing-tebing batu yang menjulang. Faktor geografis inilah yang sering menjadi kendala transportasi di Pacitan, namun  jangan salah, pemandangan di sekitar jalur ini sungguh mengagumkan ;). 

 Gerbang masuk ke Kabupaten Pacitan

Mungkin kita berpikir ketika memasuki suatu kabupaten tertentu pastilah disambut dengan gerbang yang menjulang di perbatasannya, gapura megah dengan tulisan “Selamat Datang di Kota X” misalnya. Tapi hal ini tidak akan ditemui di perbatasan Pacitan dan Ponorogo. Papan seperti di gambar di atas lah yang akan ditemui, tepatnya di sebelah kanan jalan jika dari arah Ponorogo. Baru ketika menginjak di seputaran Kota Pacitan, gerbang konvensional itu akan ditemui. Hal ini sebenarnya tidak  penting untuk di bahas sih, tapi gak ada salahnya berbagi informasi.

Gerbang masuk Kota Pacitan

Di belahan bumi Pacitan yang lain, jalur barat yang menuju ke arah Jawa Tengah terdiri dari dua jalur, yakni jalur selatan yang cenderung lebih jauh  namun dengan tikungan dan tanjakan yang lebih landai. Melalui jalur ini akan tampak Teluk Pacitan dari sisi samping. Melalui jalur ini pula akan di lewati sebuah tempat yang bernama Lo Denok dimana dari tempat ini akan bisa dilihat kota Pacitan dari ketinggian. Hmm… akan lebih terasa mantap jika dilihat pada malam hari dimana lampu-lampu telah menghiasi seluruh kota.  Sementara yang kedua  jalur Sedeng, yang lebih pendek sebenarnya namun memiliki tikungan dan tanjakan yang sangat tajam. Bus tidak akan bisa melewati jalur ini. Apapun jalurnya, yang pasti kedua jalur ini berkelok-kelok (menurut saya malah lebih berkelok daripada jalur timur, paling tidak, saya tidak pernah mabuk darat di jalur timur, sementara di jalur barat,… ehem ehem…). Saya sarankan membawa kresek bagi yang tidak terbiasa ;). 
Gerbang masuk Kota Pacitan dari Jawa Tengah

Menurut situs resmi Pemerintah Kabupaten Pacitan, ada 3 jalur utama menuju Pacitan:

Via Surabaya ( Bandara Juanda ),  selanjutnya dengan kendaraan darat dari Surabaya ke Pacitan + 340   km melalui Mojokerto - Jombang - Nganjuk - Madiun - Ponorogo - Pacitan dengan waktu tempuh 6 jam.

Via Yogyakarta ( Bandara Adisucipto ), selanjutnya dengan kendaraan darat sejauh 108 km, melalui Wonosari - Pracimantoro - Giri belah - Punung - Pacitan dengan waktu tempuh + 3 jam.

Via Surakarta ( Bandara Adisumarmo ),  selanjutnya dengan kendaraan darat sejauh +  110 km, melalui Sukoharjo - Wonogiri - Baturetno - Giriwoyo - Donorojo - Punung - Pacitan dengan waktu tempuh +  3 jam.
  
Kota ini memang terletak relatif jauh dengan pusat Provinsi Jawa Timur (baca: Surabaya). Letaknya berada persis di ujung barat daya Jawa Timur, dibatasi Laut Hindia dibagian selatan dan dikelilingi aleh Pengunungan Sewu di utara  yang menyebabkannya seakan “terisolir” dari hingar bingar kemajuan provinsi ini. Pabrik-pabrik dan industri besar layaknya di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan dan beberapa daerah industri  tentu tidak bakal ditemukan disana. Pabrik sih ada seperti pabrik timah rokok, triplek, tapi kapasitas produksinya terbatas mengingat infrastruktur Pacitan yang juga terbatas. Semoga saja Jalur Lintas Selatan (JLS) yang sekarang ini dibangun segera rampung pengerjaannya.


Di Pacitan, bahkan di Kotanya bisa dirasakan suasana begitu tenang. Tidak bakal ditemui hiruk pikuk kemacetan, motor-motor yang saling menerjang keramaian dan bunyi klakson yang bersahut-sahutan (kecuali kalau ada kampanye :o). Semua begitu tenang disini. Jarang bisa menemukan suasana seperi ini di Surabaya. Suasananya begitu menentramkan.  Namun kondisi ini memiliki keistimewaan tersendiri. Kondisi Pacitan yang sepi dan penerangan yang tidak seterang kota besar menyebabkan pada beberapa waktu tertentu terasa begitu istimewa. Sebut saja waktu agustusan, dimana hampir semua rumah di sini memasang aneka lampu hias warna-warni di depan rumahnya. Semuanya tampak indah saat itu. Bahkan saat pulang kemarin, dengan semangat menggebu-gebu saya juga ikut memasangnya di depan rumah, dan tetap terpasang hingga lebaran, hahaha (tertawa bangga). Saya rasa jika hal ini dilakukan di kota besar, rasanya tidak akan istimewa, karena semua telah begitu gemerlap. Memang, kadang suatu keterbatasan justru bisa menimbulkan keistimewaan.

Jalan Ahmad Yani, salah satu jalan utama di Pacitan

 Jalan di sebelah utara alun-alun Pacitan 
 
Masalah belanja, jangan mengharapkan bertemu mall disini. Alih-alih pusat perbelanjaan, yang bakal ditemui “hanyalah” toko-toko, dengan dua toserba terbesar yakni Luwes dan Enggal. Kalau saya sih lebih suka ke toserba yang disebutkan kedua, lebih dekat rumah :). Masalah pakaian, ada “Jakarta Bandung” disini. Toko ini mengkhususkan pada penjualan berbagai jenis pakaian saja. Menurut saya tiga toko yang saya sebutkan ini merupakan 3 toko terbesar di Pacitan, memang tidak bisa dibandingkan dengan pusat perbelanjaan di Surabaya, namun setidaknya bagi sebagian (besar) masyarakat Pacitan, bisa dikatakan: “It’s enough” lah… Bagi yang tetep kekeh ingin mencari mall di Pacitan, silahkan ke Jogja atau Solo….

Kondisi geografis Pacitan yang sebagian besar berbukit dan tandus kurang cocok untuk pertanian padi. Persawahan mungkin hanya banyak ditemui di daerah kecamatan Kota dan sekitarnya yang cenderung “lebih basah”. Sisanya sebagian besar ditanami dengan singkong sehingga komoditi inilah yang menjadi salah satu komoditi unggulan Pacitan. Dari singkong jugalah makanan khas Pacitan dihasilkan, yakni nasi tiwul. Nasi yang dibuat dari tepung singkong ini biasanya dicampur dengan nasi putih dan digunakan sebagai pengganti nasi. Rasanya, hm… mak nyus… endang bambang gulindang deh kata Pak Bondan, hehe. Yakin deh, makan tiwul lebih mengenyangkan daripada nasi putih.  Recommended destination for this: Warung makan Bu Gandhos di Tamperan (di dekat Pantai Teleng Ria). Jika ada yang tanya tentang gaplek, setau saya itu singkong yang dikeringkan, yang jika ditumbuk dan dimasak ya menjadi tiwul itu. Yang dimaksud gaplek oleh dosen kita yang “bahkan anjingpun terkaing-kaing jika dilempari dengannya”saya kurang tahu, tapi jika dari diskripsinya Pak Dosen, sepertinya itu malah ampasnya singkong. Hasil dari perasan singkong yang telah diambil sarinya. Sepertinya ngenes juga kalau makan iu :s

 Persawahan di Pacitan 


 Gaplek

 Nasi Tiwul 

Dari deskripsi di atas mungkin sebagian pembaca menjadi ilfil dengan Pacitan. Eeitsss.. tunggu dulu, kita belum sampai pada GONG nya. Walaupun untuk menjangkau Pacitan dirasa sangat melelahkan bagi sebagian orang, namun semuanya itu akan segera terbayar dengan segala keindahan yang ada disana. Wisata pantai dan goa merupakan dua wisata yang menjadi unggulannya. Pacitan memiliki beberapa pantai yang menarik dan tentunya, INDAH. Saya jelaskan sekilas ya, biar jadi referensi..

1.      Pantai Teleng Ria
Pantai ini bisa dikatakan sebgai pantai paling poluler di Pacitan mengingat pantai ini terletak tidak jauh dari kota dengan fasilitas yang menunjang. Pasirnya yang halus dan pantainya yang landai menjadikan pantai ini tempat favorit bagi wisatawan untuk bermain air. Menurut saya sih pantai ini lebih aman dibandingkan pantai-pantai yang lain karena ombaknya tidak terlalu besar. Hampir tiap lebaran saya selalu ke pantai ini bersama saudara-saudara, cukup untuk bermain air saja melihat-lihat suasana. Kadang juga beli cinderamata. Kalau ke Pacitan wajib dikunjungi deh. Teman sekampus yang pernah kesini yaitu Sita P.V.N.R.T dan Kak Heru ;)




 Pantai Teleng Ria


Pantai Teleng dilihat dari Warung Makan B.G

2.      Pantai Srau
Pantai ini terletak 25 km dari Kota Pacitan. Karakteristik pantainya sangat berbeda dari pantai Teleng Ria. Pantai berpasir putih ini cenderung curam dengan batu karang di bawah dan sekelilingnya. Saat surut, kita bisa dengan leluasa berjalan di atas karang-karang tersebut, sambil mencari kerang atau hewan laut misalnya. Kadang ada juga si Patric dan Sponge Bob, kalo Squid Ward saya tidak pernah lihat. Saat pasang, jangan coba-coba. Ombak di pantai ini cukup besar.

 Pantai Srau

3.      Pantai Klayar
Pantai ini menjadi salah satu pantai terindah di pacitan dan sering dijadikan sebagai objek fotografi dan destinasi bagi beberapa program televisi wisata. Memang sih, pantai ini sangat menawan. Terletak 35 km dari Kota Pacitan pantai ini nampak masih perawan. Kita bisa menemukan seruling laut disini. Kak Heru pernah kesini lo teman-teman C26 Kimia ITS :)




4.      Goa Gong dan Goa Tabuhan
Goa Gong bisa dikatakan sebagai goa terindah di Pacitan. Bahkan diklaim sebagai goa terindah di Asia Tenggara. Memang goa ini dilengkapi dengan stlagtit dan stalagmit yang memukau, tampak begitu indah dan bersinar dengan air yang masih menetes. Goa ini menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan ke Pacitan. Selain Goa Gong ada Juga Goa Tabuhan. Walaupun tidak seindah Goa Gong, goa ini unik karena bisa menghasilkan suara layaknya gamelan. Memang demografi Pacitan yang benyak terdiri dari bukit-bukit kapur (karst) memungkinkan terjadinya banyak gua, sehingga tak salah jika Pacitan dikenal dengan nama Kota Seribu Satu Goa.

Salah satu sudut Goa Gong

Pemusik di Goa Tabuhan

5.      Pemandian Air Hangat Tirto Husodo
Pemandian ini merupakan pemandian air hangat alami yang terletak di Kecamatan Arjosari. Tapi saya kurang tertarik dengan tempat ini. Saya punya urusan pribadi dengan yang namanya kolam.


6.      Monumen Panglima Besar Jendral Sudirman
Sebenarnya ada 2 minumen Jendral Sudirman di Pacitan, yang pertama di sebelah jalan raya menuju Jawa Tengah, di Tumpak Rinjing tepatnya. Yang kedua berada di Desa Pakis Kecamatan Nawangan. Monumen yang di Nawangan lah yang jauh lebih megah, bahkan monumen ini diresmikan oleh Presiden SBY. Terus terang saya belum pernah ke tempat ini. Seperti  namanya, Nawangan, monumen ini seperti di “awang-awang”, tempat yang begitu tinggi di Pacitan, yah,.. semacam puncaknya Pacitan lah. Takut juga pergi kesana naik motor sendirian.


Monumen Jendral Sudirman di Nawangan
Monumen Jendral Sudirman di Tumpak Rinjing

That’s all about Pacitan. Tentu semuanya itu berasal dari sudut pandang saya. Di sini saya hanya ingin berbagi informasi tentang kota kelahiran saya. Harapannya sih semoga kota ini bisa terus berkembang dengan tetap mempertahankan nilai budaya yang ada. Semoga suatu saat saya bisa menyambut teman-teman dengan ucapan “Selamat Datang di Pacitan…:D”

Special thanks to:
1.      Krisna Puji Rahmayanti atas gambar-gambar orisinil Pantai Klayarnya. It’s awesome. Terus berkarya Kris :)!
2.      Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Pacitan untuk informasi penunjang


S    Sumber-sumber lain:
      http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pacitan
http://bisnisukm.com/potensi-bisnis-kekayaan-alam-daerah-pacitan.html
http://wisatadijawa.blogspot.com/2011/02/indahnya-pantai-klayar.html 
http://puspamentari.wordpress.com/2009/01/04/pacitan-jawa-timur-goa-gong-dan-goa-tabuhan/

Selasa, 15 November 2011

Proses Monsanto Pembuatan Asam Asetat


Reaksi karbonilasi tidak terbatas pada olefin. Garam kobalt iodida mengkonversi metanol menjadi campuran asam asetat dengan reaksi sebagai berikut:
Me OH + CO ---------> MeCOOH + MeCOOMe
                                                                   CoCl2
Reaksi tersebut lebih efisien dan selektif jika katalis yang digunakan adalah katalis dari golongan 9 (rhodium, kobalt atau iridium), tetapi kompleks dari Rh paling aktif dan hal ini menjadi dasar dari proses “Monsanto Asam Asetat”. Reaksi terdiri dari dua siklus yang berpasangan: siklus iodida yang mengkonversi metanol yang tidak reaktif menjadi iodometana, dan siklus karbonilasi rodium.


Gambar 1. Proses produksi asetat anhidrat melalui karbonilasi metilasetat

Prinsip siklus katalitik pada proses Monsanto diilustrasikan pada Gambar 1. Pada kondisi normal, kecepatan reaksi ditentukan oleh adisi oksidatif dari iodometana menjadi koordinasi 4, kompleks 16 elektron [RhI2(CO)2]- (a), produksi koordinasi 6, kompleks 18 elektron [(H3C)Rh(CO)2]- (b). Tahap ini diikuti oleh imsersi perpindahan CO, menghasilkan kompleks asil 16-elektron (c). Koordinasi dari CO mengembalikan kompleks 18-elektron yang kemudian mengalami eliminasi reduktif dari asetil iodida dengan regenerasi dari [RhI2(CO)2]-. Air kemudian menghidrolisisasetil iodida menjadi asam asetat dan meregenerasi HI:
CH3COI + H2O  ------> CH3COOH + HI
Tidak ada anion lain yang bekerja seperti iodida pada sistem katalis ini, dan kemampuan khusus dari beberapa faktor. Diantaranya dengan laju tertinggi dari adisi oksidatif dari oksidatif dari iodometanan relatif terhadap haloalkana lainnya pada tahap laju yang ditentukan. Selain itu, ion I-  yang merupakan ligan yang baik untuk Rh (I), tampak pada pembentukan kompleks koordinasi lima, [RhI2(CO)2]- yang melalui adisi oksidatif dengan iodeometana kompleks lebih cepat daripada [RhI2(CO)2]- . Asam kuat HI efektif pada halogenasi metanol:
CH3OH + HI -----> CH3I + H2O
Alkohol yang berlebih dikarbonilasi secara bersama – sama, walaupun reaktifitasnya menurun untuk MeOH > EtOH > PrOH. Sebagian besar mekanisme yang telah diuraikan melalui studi kinetik dan spektroskopi in situ IR. Intermediet didapatkan dalam bentuk [Rh2(COMe)2(CO)2I6)2-, yang bereaksi dengan CO menghasilkan [Rh(COMe)I3(CO)2]-. Proses Monsanto digunakan pada kebanyakan industri asam asetat den menggantikan alternatif sebelumnya seperti oksidasi butana atau oksidasi etilenyang dikatalisis dengan paladium atau tembaga.
Katalis kobalt dengan adanya hidrogen, tidak hanya mengkarbonilasi menjadi asam karboksilat tetapi juga mereduksi asam menjadi alkohol, sehingga keseluruhan reaksi berdasarkan homologasi alkohol.
                                                             CO2CO8,I-

CH3OH + CO + 2H2 --------------------> CH3CH2OH + H2O
 180°C, 200 Barr


Nb:
Makasih banyak pada teman-temanku satu kelompok yang mengrjakan tugas ini untuk mata kuliah Senyawa Organologam : Ika Fitri U, Holilah dan Akda Zahrotul W  :)

Spektroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectroscopy / AAS)


 2.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dalam sampel dengan menggunakan AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometer )
2.2 Prinsip
Prinsip percobaan ini adalah penentuan kadar Cu dengan AAS yang didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya
2.3 Dasar Teori
2.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Sebenarnya selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000). Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:          
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
ε = absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbansi
Dengan 

T = transmitan
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).

 2.3.2  Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
-          Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
-          Sumber radiasi
-          Sistem pengukur fotometri
2.3.3 Instrumen dan Alat
Untuk menganalisis sampel, sampel harus diatomisasi. Sampel kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom melalui tiga langkah:
-   Desolvation (pengeringan) – larutan pelarut menguap, dan sampel kering tetap
-   Penguapan – sampel padat berubah menjadi gas
-   Atomisasi – senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom bebas.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki lebar spectrum sempit dibandingkan dengan transisi atom.Lampu katoda Hollow adalah sumber radiasi yang paling umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda logam mengandung logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada lampu meningkat, maka ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom logam dari katoda. Atom yang  tereksitasi akan kembali ke keadaan dasar dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik logam.
2.3.4 Bagian-Bagian pada AAS
  1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam                :   Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam                 : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
2.      Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
3.      Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
4.      Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup
5.      Burner
Burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
6.      Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
7.      Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
8.      Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka.

2.3.5 Metode Analisis
Terdapat tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri, yakni:
  1. Metode Standar Tunggal
Metode ini hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Astd) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Astd = ε b Cstd                           Asmp = ε b Csmp
ε = Astd / Cstd                                        ε b = Asmp / Csmp
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
2.      Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati titik nol dengan slope = ε b atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linewar pada kurvakalibrasi.

3.      Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck                         AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs

2.3.6  Keuntungan danKelemahan Metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
           
2.4 Data Percobaan
Persamaan dasar metode adisi standar:

Jika persamaan 1 dan 2 dibandingkan, maka diperoleh persamaan perbandingannya:
Begitu pula untuk perbandingan pada persamaan 1 dan 3, serta 1 dan 4 menghasilkan persamaan:


Dimana dalam percobaan ini:
ε = absortivitas molar
b = panjang medium
C1 = konsentrasi Cu dalam larutan sampel
Cst = konsentrasi larutan standar CuSO4 ( 1 M )
V1 = volume larutan sampel awal ( 10 ml )
A1 = absorbansi tanpa larutan standar CuSO4 ( 2,2169 )
Vt1 = volume total larutan 2 ( 10 ml )
Vst2 = volume larutan standar CuSO4 untuk A2 ( 0,5 ml )
Vt2 = volume total larutan 2 ( 10,5 ml )
A2 = absorbansi pada standar adisi 2 ( 2,3281 )
Vst3 = volume larutan standar CuSO4 untuk A3 ( 1 ml )
Vt3 = volume total larutan 3 ( 11 ml )
A3 = absorbansi pada standar adisi 3 ( 2,3317 )
Vst4 = volume larutan standar CuSO4 untuk A4 ( 1,5 ml )
Vt4 = volume total larutan 4 ( 11,5 ml )
A4 = absorbansi pada standar adisi 4 ( 2,3326 )

Berdasarkan data di atas maka dapat dihitung C1 ( konsentrasi Cu dalam larutan sampel ) melalui perhitungan pada persamaan 5, 6 dan 7. Misalnya menurut persamaan 5, diperoleh nilai C1 :

Dengan perhitungan yang sama, dari persamaan 6 dan 7 didapat nilai C1
Dengan demikian konsentrasi rata-rata Cu dalam samperl adalah:
Menurut hukum Lambert-Beer;


Sehingga
 
Dari persamaan 9 dapat diperoleh nilai transmitan untuk tiap absorbansi, misal pada A1
Dengan cara yang sama diperoleh nilai trnasmitan untuk A yang lain, hasilnya:
T2 = 4,6978 x 10-3
T3 = 4,6590 x 10-3
T4 = 4,6494 x 10-3
Dalam persentase, transmitan menjadi bernilai
 
Dengan cara yang sama nilai persentase transmitan yang lain adalah:
T2 = 0,4697 %
T3 = 0,4659 %
T4 = 0,4649 %

Tabel 2.1 Data Nilai Absorbansi dan Transmitan



2.5 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Prinsip kerja alat ini adalah absorpsi cahaya oleh atom. Di sini atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sesuai dengan karakteristik atom tersebut. Sinar – sinar yang diserap berupa sinar ultraviolet dan sinar tampak.
Metode yang dipakai dalam analisa dengan AAS ini menggunakan metode adisi standar. Metode ini dipilih karena dapat meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan matriks sampel dengan standar yang digunakan. Metode ini dilakukan dengan menambahkan larutan standar ke dalam sampel dan melakukan pengukuran absorbansi terhadap campuran sampel dan larutan standar tersebut. Larutan standar yang digunakan dalam percobaan adalah larutan CuSO4 1 M. Larutan ini dipilih karena merupakan standar bagi logam Cu. Metode ini menggunakan volume larutan smpel yang tetap yakni 10 ml, sementara larutan standar yang ditambahkan bervariasi dari 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml. Masing – masing campuran sampel dengan ketiga volume larutan standar tersebut selanjutnya dianalisa dengan AAS.
Hasil analisa AAS terhadap larutan – larutan di atas  akan memberikan nilai absorbansi dan transmitan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Dari data absorbansi yang diperoleh tersebut, dapat dihitung konsentrasi Cu dalam larutan sampel. Perhitungan ini dilakukan melalui perbandingan nilai absorbansi pada berbagai larutan sampel sesuai persamaan 5,6 dan 7. Kecenderungan yang tampak dari perhitungan tersebut adalah konsentrasi Cu semakin besar seiring dengan penambahan volume larutan standar. Padahal seharusnya nilai konsentrasi tersebut harusnya sama. Perbedaan ini disebabkan oleh konsentrasi sampel yang tinggi sehingga mempengaruhi hasil konsentrasi Cu sehingga konsentrasi yang didapat berbeda-beda, hal ini dikarenakan seharusnya AAS digunakan untuk larutan dengan konsentrasi rendah (menggunakan ppm). Perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mencari kadar rata – rata Cu dalam sampel, yakni sebesar 0,62 M.
Nilai transmitan menunjukkan besarnya besarnya sinar yang ditransmisikan oleh sampel. Makin kecil nilai transmitan maka makin banyak sinar yang diabsorpsi oleh larutan. Tabel 2.1 menunjukkan bahwa nilai transmitan terendah terjadi pada absorbansi A3 yakni sebesar 0,4659 % dengan nilai transmitan rata-rata 0,5016%.

2.6 Kesimpulan
Konsentrasi Cu dalam larutan sampel diukur dengan AAS adalah sebesar0,62 M.